Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah tren bisnis yang muncul tidak hanya di Indonesia tetapi secara global. Banyak perusahaan lokal dan multi-nasional yang beroperasi menjalankan CSR untuk meningkatkan citra publik, reputasi, serta lisensi sosial mereka untuk dapat tetap beroperasi. Berbeda dengan persyaratan hukum lainnya yang ditetapkan dan disediakan oleh pemerintah, lisensi sosial untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan hanya dapat dicapai melalui praktik baik perusahaan di daerah di mana perusahaan beroperasi. Ini bisa dijalankan melalui penyelarasan terhadap nilai-nilai inti perusahaan, rencana manajemen terhadap keberlanjutan perusahaan, atau merujuk pada kebijakan CSR yang berlaku.

CSR merupakan topik yang luas, namun umumnya mengacu pada praktik bisnis yang berkelanjutan, sehingga bagaimana perusahaan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara yang ramah sosial dan lingkungan. Namun perusahaan sebagian besar menggunakan konsep ini sebagai sarana untuk memberikan kembali kepada masyarakat. Dalam banyak kasus, misalnya dengan menyalurkan persentase tertentu dari keuntungan tahunan perusahaan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek masyarakat. Keputusan perusahaan untuk berinvestasi pada CSR semata-mata tergantung pada anggaran, minat, dan komitmen perusahaan.

Menurut Cone Communications/Ebiquity Global CSR Study 2015, 91 persen konsumen global mengharapkan bisnis beroperasi secara bertanggung jawab dengan mengatasi masalah sosial dan lingkungan. Selain itu, 84 persen konsumen akan sebisa mungkin berupaya mencari produk yang bertanggung jawab. Studi ini mencatat bahwa 90 persen siap untuk melakukan boikot terhadap perusahaan yang kedapatan menjalankan praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab atau terindikasi melakukan kebohongan.

CSR wajib khususnya pada industri ekstraktif, di mana pemegang hak mineral diminta untuk menerbitkan, setiap tahun, rencana CSR yang harus disepakati bersama dengan otoritas pemerintah daerah terkait. Otoritas pemerintah daerah juga diwajibkan oleh undang-undang untuk menyiapkan pedoman untuk CSR di wilayah mereka, mengawasi implementasi dan memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang proyek-proyek CSR di daerah mereka. Ini adalah contoh yang baik yang akan memberikan hasil yang bermanfaat jika dilaksanakan secara efektif oleh sektor bisnis.

Terlepas dari sektor ekstraktif, tanggung jawab CSR di sektor lain yang meliputi perbankan, telekomunikasi, penerbangan, manufaktur, dan lain sebagainya terletak di tangan dewan direksi perusahaan yang memiliki kewenangan penuh mengatur anggaran dan bidang prioritasnya.

Keputusan untuk berinvestasi dalam proyek CSR tertentu kadang-kadang dilakukan tanpa berkonsultasi secara memadai dengan penerima manfaat langsung dari tingkat akar rumput. Tujuan utama perusahaan menjalankan CSR sebagian besar hanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap branding perusahaan, liputan positifmedia, jarang yang secara tulus memikirkan apakah investasi mereka merupakan prioritas utama bagi masyarakat atau akan berdampak positif pada masyarakat.

Agar proyek CSR dapat berdampak dan layak, ada kebutuhan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong ownership dari masyarakat terhadap proyek-proyek CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan. Proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan tanpa konsultasi dari penerima manfaat hanya berujung pada pemborosan pemborosan anggaran. Pendapat penerima manfaat juga penting untuk menjadi prioritas sebelum keputusan untuk berinvestasi dalam proyek CSR dilaksanakan, karena dalam jangka panjang, apa yang dibutuhkan masyarakat akan memastikan keberlanjutan proyek CSR perusahaan.

Dari perspektif kepemilikan, proyek CSR harus dijalankan sebagai kemitraan publik swasta (Public Private Partnerships/PPP) di mana semua pemangku kepentingan harus memberikan kontribusi tertentu untuk berinvestasi dalam proyek-proyek tersebut karena proyek-proyek yang sepenuhnya didanai atau disponsori oleh perusahaan atau donor internasional cenderung mati secara alami karena masyarakat menganggap tidak memiliki kepemilikan.

Sistem pemantauan dan evaluasi juga perlu diberlakukan untuk memastikan akuntabilitas dan memastikan apakah nilai uang yang dihabiskan untuk proyek CSR tersebut setara dengan manfaat yang dihasilkan. Konsep CSR di banyak negara telah menciptakan banyak harapan, masyarakat kadang gagal untuk menarik garis yang membedakan antara CSR dengan layanan yang harus disediakan oleh pemerintah. Perlu ada kepekaan publik tentang peran dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan dalam proses pembangunan yang langsung dari tingkat akar rumput.

Secara keseluruhan, konsep CSR jika diterapkan dengan benar akan dapat menjadi katalisator untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan, dan memberikan banyak manfaat yang layak diterima oleh perusahaan, seperti peningkatan produktivitas, peningkatan citra perusahaan dan reputasi, serta meningkatkan loyalitas pelanggan.